- Back to Home »
- Opini , Tsaqofah »
- Dakwah Islam Ideologis; Metode Shahih Menangkal Budaya Liberal Barat
Posted by : Prisna Defauzi
Selasa, 03 Desember 2013
Setiap ideologi yang ada di
dunia ini masing-masing memiliki fikrah dan thariqah. Fikrah
adalah seperangkat konsep yang terkait dengan penyelesaian berbagai
problematika yang ada dalam kehidupan. Sementara thariqah adalah metode
pelaksanaan dari fikrah tersebut. Jelasnya, thariqah menguraikan
secara rinci mekanisme operasional bagaimana fikrah itu harus
diaplikasikan, dipelihara, dan disebarluaskan. Sehingga dari definisi fikrah
dan thariqah tersebut, dapat dipahami bahwa masing-masing ideologi satu
sama lain saling menuntut untuk diaplikasikan, dipelihara, dan disebarluaskan
ke seluruh dunia, tidak terkecuali ideologi kapitalisme-sekulerisme yang
diemban oleh barat. Pasalnya, realitas selama ini menunjukan ke arah demikian.
Barat dengan masifnya mempropagandakan ideologinya ke berbagai negeri yang ada
di bawah hegemoninya, termasuk menyebarluaskan budaya liberal yang merupakan fikrah
dari ideologi kapitalisme-sekulerisme yang mereka emban.
Berkenaan
dengan budaya, Andreas Eppink mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan nilai
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat (http://id.shvoong.com). Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang kemudian menentukan corak
kehidupan suatu masyarakat adalah budaya yang diterapkan di tengah-tengah
masyarakat itu sendiri.
Apabila
kemudian dikaitkan dengan realitas yang ada, yaitu dengan realitas masifnya
barat dalam mempropagandakan budaya liberalnya ke berbagai negeri yang ada di
bawah hegemoninya, ini artinya barat menghendaki masyarakat di berbagai negeri
tersebut juga menerapkan corak kehidupan yang sama dengan corak kehidupan
liberal sekuler yang selama ini diterapkan oleh barat, tidak terkecuali bagi
negeri dengan mayoritas umat Islam ini. Realitasnya demikian, budaya barat yang
liberal itu kini telah merasuk dan merusak ke dalam berbagai aspek kehidupan yang
ada di negeri ini; mulai dari aspek berprilaku, pergaulan, berpakaian, dan lain
sebagainya. Dari aspek berprilaku misalnya, akibat teracuni ide liberalisme,
masyarakat kini kian sekuler, individualis, hedonis, dan materialis. Dari aspek
pergaulan, sikap permisif yang lahir dari budaya barat yang liberal pada
gilirannya membuat baik laki-laki maupun perempuan yang bukan mahrom merasa
bebas bergaul dengan lawan jenis tanpa memperdulikan aturan sang Pencipta,
sehingga tidak jarang kemudian dijumpai aktivitas keji berupa perzinahan atau
minimalnya pacaran. Dari aspek berpakaian, dengan alasan kebebasan, kini
masyarakat lebih bangga mengenakan pakaian serba mini, ketat, dan transparan
ala barat yang memamerkan aurat, kecantikan, dan lekuk tubuh. Sebaliknya, mereka
justru merasa malu jika mengenakan pakaian syar’i; mengenakan jilbab, kerudung,
dan tidak tabarruj. Mereka menganggap pakaian syar’i sudah kuno dan
ketinggalan zaman.
Celakanya
tidak cukup sampai di situ, budaya barat yang liberal seakan sudah mendapat tempat
di hati masyarakat, termasuk di hati umat Islam. Budaya barat seperti valentine
day, natal, perayaan tahun baru masehi, berbagai ajang pamer aurat seperti
Miss World, dan sebagainya kini justru laris dan disambut gegap gempita oleh
masyarakat. Jelas sekali ini merupakan prahara yang berbahaya jika
terus-menerus dibiarkan. Pasalnya budaya barat yang liberal yang selama ini
diadopsi masyarakat sedikit banyak telah menjerumuskan mereka ke dalam jurang
kenistaan.
Melihat
realitas demikian, di mana budaya barat yang liberal sudah jelas merasuk dan
merusak corak kehidupan masyarakat negeri ini, tentu saja haram bagi umat Islam
jika hanya berdiam diri atau sekadar membiarkannya, apalagi bersikap fatalis
terhadap realitas rusak tersebut. Sebaliknya, wajib bagi umat Islam untuk
mengubah realitas rusak tersebut menjadi realitas yang benar menurut Islam.
Maka untuk itu metode yang harus dilakukan oleh umat islam adalah melakukan
dakwah Islam ideologis. Dakwah Islam ideologis yang dimaksud di sini adalah
dakwah dengan memahamkan kepada masyarakat bahwa Islam bukan sekadar agama
ritual semata, melainkan juga sebagai sebuah ideologi. Pasalnya, hanya dengan
dakwah Islam ideologis saja yang mampu membentengi masyarakat dari berbagai serangan
budaya barat yang liberal dan sekaligus meruntuhkan ideologi yang telah melahirkan budaya liberal
tersebut, yaitu ideologi kapitalisme-sekulerisme. Sebuah ideologi kufur buatan
akal manusia yang lemah dan serba terbatas. Kufur karena ideologi ini
memisahkan aturan sang pencipta dari tatanan kehidupan (fashluddin ‘anil
hayah).
Terkait
dengan dakwah Islam ideologis, terlebih dahulu yang perlu dipahami adalah
definisi ideologi itu sendiri. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nidham
al-Islam mendefinisikan ideologi sebagai aqidah aqliyah yang
melahirkan peraturan. Akidah aqliyah adalah pemikiran menyeluruh tentang
alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan
setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam
kehidupan. Sedangkan peraturan yang lahir dari akidah tidak lain berfungsi
untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan
bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara akidah serta untuk
mengemban ideologi. Dari definisi tersebut, sederhananya ideologi tercakup
dalam fikrah dan thariqah. Jadi, dakwah Islam ideologis adalah
mendakwahkan fikrah dan thariqah islam.
Bagi
umat Islam, mekanisme dalam melakukan dakwah islam ideologis yang harus
dilakukan adalah:
Pertama, memahamkan
kepada masyarakat bahwa Islam adalah sebuah ideologi yang sempurna. Sebuah
ideologi yang pasti mampu menjawab dan mengatasi berbagai problematika
kehidupan; baik problematika itu menyangkut manusia secara pribadi, manusia
dengan sesama, maupun manusia dengan penciptanya. Allah SWT berfirman: “pada
hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu
nikmatKu, dan telah Ku ridhai Islam itu sebagai agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3).
Kedua,
memahamkan kepada masyarakat bahwa selain ideologi Islam seperti ideologi
kapitalisme-sekulerisme yang selama ini diemban oleh barat adalah bathil,
tertolak, dan hanya akan mendatangkan kerugian atau kenistaan apabila diadopsi.
Allah SWT berfirman: “Barangsiapa mencari selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang merugi.” (QS. Ali-‘Imran: 85).
Ketiga,
memahamkan kepada masyarakat bahwa ideologi Islam hanya akan mampu mengatasi
berbagai problematika kehidupan tatkala ideologi tersebut diterapkan secara komprehensif
di tengah-tengah masyarakat melalui sebuah institusi atau daulah Islam yang
disebut khilafah. Pasalnya, khilafah adalah satu-satunya metode syar’i yang
nantinya akan mengaplikasikan ideologi Islam secara komperehensif, memelihara
eksistensinya, dan kemudian mengembannya ke seluruh dunia. Dalam hal ini Allah
SWT berfirman: “wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam
islam secara kaafah.” (QS. Al-Baqarah: 208).
Alhasil,
melalui aktivitas dakwah Islam ideologis tadi, masyarakat akan semakin paham terhadap
realitas rusak yang ada, sehingga pada gilirannya masyarakat akan bersedia turut
serta dalam barisan perjuangan dakwah Islam idelogis. Ketika semua itu tercapai,
maka menjadi keniscayaan bahwa tegaknya khilafah akan semakin dekat dan cepat.
Dan tentu saja, ideologi islam akan dapat diaplikasikan secara komperehensif
oleh khilafah. Dengan begitu, bukan saja masyarakat akan bisa terbentengi dari berbagai
serangan budaya barat yang liberal, tetapi juga akan mampu meruntuhkan ideologi
kufur kapitalisme-sekulerisme yang telah melahirkan budaya liberal
tersebut. Bahkan selanjutnya, setelah ideologi islam diaplikasikan secara
komperehensif, maka akan mampu pula ideologi islam mewujudkan suasana yang rahmatan
lil ‘alamin. Allah SWT berfirman: “dan tidaklah aku mengutus engkau
(Muhammad) kecuali untuk sebagai rahmat untuk seluruh alam” (QS.
Al-Anbiya:107). [PD]