- Back to Home »
- Opini , Tsaqofah »
- Islam Kaffah dan Kewajiban Kaum Muslimin dalam Mewujudkannya
Posted by : Prisna Defauzi
Jumat, 05 September 2014
Salah satu kewajiban yang Allah tetapkan bagi orang-orang
yang beriman adalah berislam secara kaffah. Berislam secara kaffah
mengandung makna membenarkan dan
mengamalkan seluruh syariat Islam, baik syariat yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah al-Khaliq seperti masalah aqidah dan ibadah, syariat Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti masalah akhlak,
pakaian, makanan dan minuman, maupun syariat Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya seperti masalah uqubat dan muammalah, termasuk
di dalamnya masalah sosial kemasyarakatan, perekonomian, pemerintahan, politik,
pendidikan, dan sebagainya. Allah swt berfirman: “hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu”. (QS. Al Baqarah: 208).
Konsekuensi setiap kewajiban
Konsekuensi kewajiban, termasuk kewajiban berislam secara kaffah bagi setiap mukmin adalah berpahala ketika diamalkan dan
berbuah dosa dan azab ketika dicampakkan. Sehingga bagi setiap mukmin tidak ada
pilihan lain lagi kecuali sami’naa wa atha’na (kami dengar dan kami
taat). Atau dengan kata lain, setiap mukmin tidak dibenarkan membuat satu
alasan pun untuk mengambil pilihan lain selain apa yang telah menjadi kewajiban
tersebut. Allah swt berfirman: “dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
beriman dan tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka.” (QS.al-Ahzab:36). Hanya saja perlu
dicatat, meskipun demikan, apa yang telah Allah wajibkan bagi hambanya
sebenarnya tidak mungkin melebihi batas kemampuan hambanya. Allah swt
berfirman: ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannnya.”
(QS al-Baqarah: 286). Oleh karena itu, seberat apapun kewajiban yang Allah
tetapkan menurut pandangan manusia, sebenarnya hal tersebut masih berada di
wilayah kesanggupannya, sehingga tidak boleh ada lagi alasan untuk meninggalkan
kewajiban. Apalagi sampai mengatakan kewajiban ini dan itu mustahil
bisa diamalkan dan diwujudkan.
Penerapan sistem di Indonesia; tidak
berdasarkan Islam secara kaffah
Indonesia sebagaimana diketahui adalah negeri
dengan mayoritas umat Islam. Namun, sistem yang dianut oleh negeri dengan
mayoritas umat Islam ini tidak berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, melainkan
dengan demokrasi. Demokrasi, sebagaimana definisnya dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat, hakikatnya adalah menyerahkan kedaulatan atau hak membuat
hukum kepada rakyat yang diwakili oleh anggota parlemen (DPR). Dengan hak
tersebutlah kemudian anggota parlemen atas nama rakyat membuat hukum untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam demokrasi, yang menjadi
penentu disahkannya suatu hukum atau undang-undang adalah suara mayoritas,
bukan lagi halal dan haram. Sehingga sesuatu yang menurut al-Quran dan
as-Sunnah hukumnya haram bisa menjadi halal ketika suara mayoritas
menyepakatinya. Atau sebaliknya, sesuatu yang menurut al-Quran dan as-Sunnah
halal bisa menjadi haram ketika suara mayoritas menyepakatinya. Dengan demikian
jelaslah bahwa sistem yang diterapkan di Indonesia tidak berdasarkan syariat
Islam secara kaffah.
Konsekuensi tidak menerapkan Islam secara
kaffah
Menerapakan Islam secara kaffah adalah
kewajiban. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, konsekuensi dari setiap kewajiban
adalah berpahala ketika diimplementasikan dan berbuah dosa dan azab ketika
dicampakkan. Maka dapat dipahami, konsekuensi dari tidak menerapkan Islam
secara kaffah sama dengan konsekuensi mencampakkan sebuah kewajiban, yakni dosa
dan azab di akhirat serta penghidupan yang sempit di dunia. Allah swt
berfirman: “dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesuangguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124).
Fakta menunjukkan, sepanjang sejarah penerapan
demokrasi di Indonesia, kondisi rakyat Indonesia tak kunjung menjadi lebih
baik. Bahkan sebaliknya, dari tahun ke tahun rakyat Indonesia semakin terpuruk
dan jauh dari kesejahteraan. Penerapan demokrasi yang bertentangan dengan Islam
telah banyak membuat rakyat sesak nafas akibat berbagai kerusakan yang
ditimbulkannya, mulai dari moral, ekonomi, sosial, hukum, hingga pemerintahan.
Secara moral misalnya, pornografi, pornoaksi, seks bebas, pelacuran, aborsi,
peredaran miras dan narkoba menjadi fenomena yang akrab ditemui di
negeri-negeri penganut demokrasi. Di bidang ekonomi, kemiskinan makin hari
makin menjadi-jadi. Belum lama ini BPS mencatat jumlah penduduk miskin di
Indonesia per Maret 2014 mencapai 28,28 juta jiwa atau 11,25 persen dari jumlah
total penduduk. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk
miskin pada Maret 2013 yang mencapai 28,17 juta jiwa. Di bidang sosial, tindak
kejahatan, pelecehan seksual, tawuran, kriminalitas dan semacamnya menjadi
potret buram dalam sistem demokrasi. Di bidang hukum, keberpihakan hukum
terhadap pihak yang lebih kuat nampak kentara. Ibarat paku, hukum tumpul ke
atas namun begitu tajam ke bawah. Di bidang pemerintahan, sudah menjadi rahasia
umum korupsi marak di mana-mana. Semua itu adalah fakta yang lumrah disaksikan
di negeri-negeri yang menganut demokrasi, tidak terkecuali bagi Indonesia yang
pernah didaulat sebagai kampiun demokrasi.
Kewajiban kaum muslimin: mewujudkan Islam
secara kaffah
Sesungguhnya akar permasalahan dari berbagai
permasalahan dan kerusakan yang menimpa negeri-negeri kaum muslimin termasuk
Indonesia adalah karena tidak diterapkannya syariat Islam secara kaffah. Maka
solusi fundamental yang mampu menuntaskan berbagai permasalahan tersebut adalah
dengan menerapkan kembali syariat Islam secara kaffah. Tentu saja, untuk
menerapkannya diperlukan peran kaum muslimin. Sebab, selain sebagai kewajiban,
perjuangan ke arah sana adalah kebutuhan bagi kaum muslimin demi meraih ridha
Allah swt. Perjuangan menerapkan kembali syariat Islam secara kaffah adalah
dengan mencampakkan sistem rusak demokrasi dan menggantinya dengan Khilafah
atas metode kenabian. Sebab, Khilafahlah satu-satunya sistem pemerintahan yang
akan menerapkan syariah Islam secara kaffah, sehingga keberkahan yang berlimpah
dan kesejahteraan akan benar-benar bisa terwujud dan dirasakan. Allah swt
berfirman: “jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS.
al-a’raf: 96). Wallahu a’lamu [prisnad]