Posted by : Prisna Defauzi Jumat, 05 September 2014

Meskipun sudah suami-istri, apakah mereka tidak risih mengumbar kemesraaan di media sosial? Celotehan ini semoga menjadi renungan bagi mereka yang biasa melebihi kewajaran dalam memperlihatkan kemesraan di media sosial.

Saran saya, ada yang lebih bijak yang bisa dilakukan di media sosial, seperti menggunakannya sebagai sarana dakwah dan saran share kelimuan lainnya yang sudah tentu bermanfaat bagi umum. Hemat saya, kalau mau over bermesraan, ada alternatif lain yang bisa digunakan dan lebih privasi, via WA misalnya, BBM, sms, atau telepon. Ini bukan berarti memperlihatkan kemesraan di media sosial itu tidak boleh. Yang tidak boleh adalah ketika berlebihan. Bukankah semua yang berlebihan itu tidak boleh?

Media sosial, apapun jenisnya, adalah sarana umum di mana semua orang bisa mengkonsumsinya. Sementara kemesraan suami-istri tidak semuanya layak diumbar di depan umum. Sekali lagi garis bawahi, tidak layak semua kemesraan suami-istri diperlihatkan di depan umum, apalagi over bermesraan. Sama seperti tidak layaknya memperlihatkan semua keadaan prbadi kita di depan umum, walaupun itu berupa kebaikan.

Saya lihat, hanya karena merasa sudah halal, ada suami-istri yang tidak lagi memperhatikan sampai batas mana mereka boleh memperlihatkan kemesraannnya di media sosial. Tidakkah mereka kuatir, kalau-kalau apa yang mereka lakukan justru kemudian menjadi pemicu bagi bangkitnya syahwat orang lain dan bisa-bisa menjerumuskan orang lain tsb ke lembah dosa dan kenistaan. Karena kita makhluk yang Allah bekali potensi aqliyyah, mari kita berpikir. Kalau sudah terjadi demikian, bukankah mereka menjadi sumber malapetaka bagi lahirnya kemaksiatan yang dilakukan orang lain?

Sekali lagi, celoteh ini bukan bermaksud mengharamkan suami-istri yang memperlihatkan kemesraannya di media sosial. Saya katakan, bila masih wajar, ya tak apalah. Rasulullah saw pun biasa menunjukkan kemesraannya di hadapan orang lain. Misalnya, Rasulullah saw biasa memanggil salah seorang istrinya dengan panggilan khusus seperti humairah di hadapan orang lain.

Terakhir, perlu dipahami, kemersaan suami-istri ada dalam tiga tempat. Pertama di tempat umum dimana suami-istri bisa tetap mesra dalam batas wajar dan tidak mengundang syahwat orang lain. Kedua di rumah untuk menunjukkan kepada anak-anak bahwa orang tuanya harmonis dan baik-baik saja. Catatannya sama, dengan tidak mengundang syahwat anak-anak. Ketiga, di tempat khusus seperti di kamar dalam keadaan yang tertutup, maka suami-istri bebas mengumbar kemesraan. Wallahu A’lamu

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Muslim Writer -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -