Posted by : Prisna Defauzi Rabu, 04 Desember 2013


Seorang politisi sering dilabeli dengan gelar negatif; tidak peduli rakyat, sibuk memikirkan perut sendiri, kental Korupsi-Kolusi-Nepotisme (KKN), dll., hingga berbagai pernyataannya yang hipokrit cukup meyakinkan masyarakat bahwa politisi sebetulnya ‘busuk’. Bagi sebagian masyarakat, baik muslim maupun non-muslim asalkan politisi sama saja ‘busuk’nya.

Jika menilik lebih dalam, pernyataan masyarakat di atas tidak melulu salah. Pasalnya, politisi dalam sistem kapitalisme-demokrasi faktanya seperti itu. Sebab, kapitalisme-demokrasi hanya melahirkan para politisi yang di otaknya dilumuri ‘duit dan duit’. Sehingga wajar saja masyarakat melabeli politisi dengan gelar negatif.


Tidak semua politisi demikian, betul. Apalagi politisi muslim. Masih ada di antara mereka yang ikhlas melayani masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Sayangnya, keikhlasan saja tidaklah cukup. Politisi muslim yang hanya bermodalkan keikhlasan tanpa paham maksud politik yang sesungguhnya ibarat penjelajah yang berpergian tanpa membawa kompas atau peta. Akibatnya, aktivitas mulia para politisi dalam melayani umat tidak pernah tercapai. Pertanyaannya, bagaimanakah seharusnya menjadi politisi sejati itu?

Politik (siyasah) dalam Islam adalah upaya untuk mengurusi segala kebutuhan umat. Bukan hanya dimaknai perebutan kekuasaan. Sedangkan politisi sejati adalah politisi yang paham bahwa tugasnya untuk mengurusi dan melayani umat. Oleh karena itu, dalam mengurusi dan melayani umat, politisi sejati harus melakukannya dengan keikhalsan total dan penuh tanggung jawab. Sebab, ia mafhum bahwasanya Allah SWT adalah Zat Yang Maha tahu isi hati dan yang akan memintai pertanggungjawaban perbuatan setiap hambanya di akhirat kelak.

Selain itu, politisi sejati harus memperhatikan setiap detail cara-cara yang akan ia adopsi. Hanya cara yang disyariatkan Islam sajalah yang ia akan adopsi. Dengan begitu, politisi sejati bukanlah politisi yang ikut berkancah dalam sistem kapitalisme-demokrasi. Sebab, jargon politik yang digulirkan kapitalisme-demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Islam. Pasalnya dalam Islam kedaulatan hanya milik Allah SWT (lihat QS. Yusuf: 40).

Tidak cukup sampai di situ, politisi sejati harus peka dengan keadaan masyarakat. Politisi sejati harus memahamkan masyarakat bahwa tujuan politik adalah untuk melayani dan mengurusi mereka dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama sesuai tuntutan Islam secara holistik. Masyarakat juga harus dipahamkan bahwa aktivitas politik adalah tugas umat dan politisi adalah bagian dari umat. Artinya aktivitas politik adalah tugas mereka juga. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat sadar bahwa mengurusi kebutuhan umat berikut kontrol terhadap kinerja dan kebijakan pemerintah adalah tugas bersama, bukan hanya tugas orang yang mengikrarkan dirinya sebagai politisi saja. Terpenting, politisi juga harus terikat dengan hukum syara dalam segala perbuatannya sekaligus mempunyai tsaqafah Islam yang mendalam. Sebab, problematika umat tidak akan mampu dipecahkan kecuali dengan tsaqafah Islam yang mendalam.


Nah, itulah gambaran untuk menjadi politisi sejati. Dengan demikian, kita sebagai mahasiswa UIN SGD Bandung sudah selayaknya menjadi politisi sejati sebagaimana tersebut. Caranya, pertama: kaji terlebih dahulu apa itu politik (siyasah) menurut Islam, seperti apa politisi yang disyariatkan oleh Islam, dan kajian tsaqafah Islam lainnya itu di LSPI. Kedua: setelah mendapat bekal tsaqafah tersebut, berikutnya terjun langsung di tengah-tengah umat untuk kemudian memahamkan umat bahwa kehidupan umat sewajibnya berjalan sesuai dengan tuntunan dan tatanan Islam dengan khilafah sebagai institusinya. Karena dengan khilafahlah kehidupan yang makmur, sejahtera, dan diridhai Allah SWT nantinya dapat terwujud. []Prisna Defauzi

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Muslim Writer -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -