- Back to Home »
- Celoteh »
- Bukan, Celoteh!
Posted by : Prisna Defauzi
Minggu, 08 Desember 2013
Lihatlah! Lampu, hiasan, berbagai
atribut natal dan tahun baru seolah menjadi pemandangan lumrah di setiap akhir
Desember. Lihatlah! Di setiap toko, mini market, bank, swalayan, dan berbagai
tempat lain, hampir semuanya dimeriahkan dengan berbagai atribut tersebut.
Sepanjang jalan yang tadinya biasa-biasa saja kini di sulap menjadi serba wah
dan terang benderang. Tidak berlebihan jika Desember dikatakan sebagian orang
sebagai bulan yang meriah.
Malam itu, jam sudah menunjukkan setengah delapan malam. Aku
harus segera pulang. Aku yakin istriku pasti sudah menunggu. Selagi punya uang,
aku berencana mampir dulu ke toko buku, beli oleh-oleh buat istriku. Supaya
tahu saja, istriku hobinya membaca dan menulis. Makanya aku pilih buku sebagai
oleh-oleh spesial buat dia.
Seperti yang tadi disebutkan, berbagai macam atribut natal
dan tahun baru serba terpasang di setiap tempat, termasuk di toko buku yang sekarang
aku mau masuki. Spanduk “Merry Christmas and Happy New Year”
menghadangku di depan pintu masuk. “Huh, begini nih kalo akhir Desember.
Semuanya jadi serba menyesuaikan. Begitu pun pakaian pegawainya, malah
ikut-ikutan serba merah putih ala Santa Claus. Parah, padahal aku yakin
mereka mayoritas adalah muslim”.
“Ah, bener-bener, Demokrasi selalu saja membuat saudaraku
semakin jauh dari aqidahnya. Gara-gara Demokrasi mereka malah mau menyerupai orang
kafir. Padahal kata Nabi, siapa saja yang menyerupai suatu kaum, ia termasuk
golongan mereka”. Benar-benar geram aku melihatnya. “Sudahlah. Aku sudah
mendapat sebuah novel yang bagus buat istriku. Apalagi langit belum hujan. Aku
segera pulang saja. Segera mengambil motorku yang tadi aku simpan di tempat
parkir”.
“Merry Christmas and Happy New Year”, lagi-lagi spanduk macam begini menyapaku dari pinggir jalan.
Kali ini benar-benar sialan. Sialan karena spanduk kali ini dipajang oleh salah
satu Partai Politik yang berlabelkan Islam. Semakin geram saja aku. Sialan
Demokrasi, ingin ku injak wajah busukmu. Lalu ku lempar engkau ke tong sampah
peradaban. Muak. Aku muak dengan wajah busukmu. Bukan hanya orang yang awam
saja yang engkau tipu, bahkan ustadz pun engkau tipu. Huh, Ya Rabb, salahkah
perkataanku? Apakah aku tidak berakhlak? Sungguh, aku hanya marah ketika
aturan-Mu sekarang dicampakkan, sehingga aqidah umat semakin berantakan”.
Celotehku.
Rupanya sudah jam setengah sembilan malam. Gerimis mulai turun.
Biarlah, karena aku sudah sampai di depan rumah. Aku sudah akan bertemu
istriku. Tak sabar rasanya bertemu istriku yang menungguku. Menunggu. Jadi
ingat masa-masa sebelum menikah. Aku benar-benar membuatnya menunggu. Dulu,
sebelum kami menikah, melalui temanku, aku sedikit malu ketika menyampaikan
pinanganku kepadanya. Tapi Alhamdulillah, jawabnya sesuai harapanku. Hanya saja
aku tak bisa langsung menemui kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan, aku hanya
ingin memiliki hujjah yang kuat untuk meyakinkan kedua orang tuannya bahwa aku
benar-benar serius. Maklum, waktu itu aku belum mapan. Makanya sebelum punya
pekerjaan aku belum berani menemui kedua orang tuanya.
Sudah sudah. Pikirkan yang sekarang. O ia, aku akan memberikan
buku oleh-oleh tadi kepada istriku, setelah kami makan. Bukan, tapi setelah aku
mendengarkan istriku bercerita. Bercerita tentang fakta umat Islam dan tahun
baru. wah wah.
“Abi, Abi lihatkan tadi di jalan begitu ramai berbagai
atribut natal dan tahun baru. Umi ingin berdiskusi tentang tahun baru. Sekarang kan banyak umat Islam malah ikut-ikutan meramaikannya. Miris kan?
Miris ketika umat Islam semakin hari semakin terbawa budaya orang kafir.
Padahal kan, secara fakta, perayaan tahun baru merupakan perayaan orang
kristiani. Ironis, coba kalo umat diatur oleh sistem Khilafah. Pasti tuh gak
ada ceritanya umat Islam malah ikut-ikutan tiup terompet sambil ritual count
down (menghitung mundur detik demi detik sebelum tepat tengah malam) menunggu
pergantian tahun baru. Jelas ini bertentangan dengan aqidah Islam. Kan
Rasulullah bersabda: "Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, ia termasuk
golongan mereka”. (HR. Abu Daud dan Ahmad), dan sabdanya: "Tidak termasuk
golonganku orang-orang yang menyerupai selain golonganku". (HR.
at-Tirmidzi)
Bersambung………….. [] Prisna
Defauzi
(fiksi)