Posted by : Prisna Defauzi Rabu, 04 Desember 2013


Sebagaimana ramai diberitakan, melambungnya harga kedelai sampai menembus kisaran harga Rp 10.000 dalam satu bulan terakhir ini telah nyata berdampak buruk terhadap rakyat kecil. Dampak yang paling terasa adalah bagi pihak produsen tahu dan tempe. Dengan mahalnya kedelai sebagai bahan dasar pembuatan tahu dan tempe,  banyak pihak produsen yang terpaksa mengurangi jumlah produksinya bahkan diantaranya terancam bangkrut. Walhasil, tahu dan tempe yang merupakan sumber protein termurah dan terjangkau bagi masyarakat semakin langka di pasaran.

Mahalnya harga kedelai sebenarnya akibat faktor langkanya pasokan kedelai yang disebabkan carut-marutnya kebijakan swasembada pangan di negeri ini. Pasalnya, produksi kedelai nasional kian hari semakin menurun dari 1,4 juta ton pada 1990 menjadi 851 ribu ton pada Angka Tetap (ATAP) 2011. Sementara konsumsi nasional mencapai 2,4 juta ton pada 2011. Dengan rata-rata produktivitas hanya berkisar 1,368 ton/ha pada 2011. Sedangkan kebutuhan kedelai nasional sudah menembus sekitar 3 juta ton per tahun, kemampuan produksi hanya sebesar 800 ribu ton per tahun, sehingga untuk memenuhinya terpaksa oleh impor.


Mahalnya harga kedelai, selain faktor di atas, disebabkan juga longgarnya kebijakan pemerintah terhadap perusahaan importir kedelai. Pasalnya sekitar 70 persen dari kedelai yang saat ini beredar di pasaran dikuasai oleh tiga importir besar dari 71 importir yang terdaftar di Kementerian Perdagangan, yaitu PT FKS Multi Agro (46,71 &), PT Gerbang Cahaya Utama (10,31 %), dan PT Budi Semesta Satria (9,31 %). Maka tidak mustahil, adanya kemungkinan konspirasi untuk menahan pasokan kedelai supaya harga di pasaran melambung. Toh merekalah yang menguasai suplai kedelai di pasaran. Walhasil, importir meraup berlimpah keuntungan sedangkan rakyat diterpa badai kebuntungan.

Mobil Murah Di Saat Mahalnya Kedelai

Permasalan mahalnya harga kedelai sampai saat ini masih belum teratasi. Meskipun ada upaya Kementerian Perdagangan dalam melakukan penetapan khusus harga jual pemerintah sebesar Rp 8.490 per kilogram. Namun penetapan harga jual tersebut masih tinggi dan belum bisa menjadi solusi tuntas dan tidak memberi kelegaan bagi produsen tahu dan tempe. Ini menandakan adanya ketidakseriusan pemerintah dalam mengurai krisis kedelai dalam memenuhi aspirasi rakyat. Dalam kasus ini adalah para produsen tahu dan tempe.

Ketidakseriusan pemerintah dalam mengurai krisis kedelai juga dapat dicermati dengan beredarnya isu terbaru dan cukup hangat terkait rencana pemerintah yang siap meluncurkan program mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car) produksi Kementerian Perindustrian yang diproyeksikan dijual kepada masyarakat dan untuk diekspor. Padahal kalau saja pemerintah mau serius mengurai krisis kedelai, tentunya yang ada dipikiran pemerintah adalah bagaimana membuat harga kedelai yang saat ini melambung tinggi bisa menjadi murah kembali, bukan kemudian memikirkan peluncuran program mobil murah meskipun ramah lingkungan yang jelas-jelas tidak diperlukan rakyat kecil. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah hanya memikirkan keuntungan dan mengutamakan para kapitalis dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Pemerintah seharusnya merenung, manakah yang lebih penting, apakah membuat murah kembali harga kedelai yang jelas-jelas dibutuhkan rakyat atau meluncurkan program mobil murah penuh kontra yang akibatnya dipastikan menimbulkan kemacetan lalu lintas serta bukan aspirasi rakyat kecil saat ini?

Pemerintah Lemah, Sarat Ditunggangi Kepentingan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemerintah telah mengadopsi kebijakan pangan ala neoliberal yang sangat pro pasar bebas (free market). Akibat kebijakan tersebut, peran pemerintah dalam perdagangan bahan pokok menjadi lemah. Sehingga rakyat kecil dibiarkan berkompetisi dengan para kapitalis yang mempunyai modal besar. Walhasil, rakyat kecil semakin tersungkur, melarat, dan menderita karena gagal bersaing. Selain itu, kebijakan neoliberal yang mempunyai misi menghapuskan subsidi dan menjadikan tarif impor komoditi pangan sekecil dan semurah mungkin, membuat pemerintah menetapkan kebijakan pengurangan subsidi di berbagai komoditi pangan termasuk kedelai. Sehingga pada gilirannya pengurangan subsidi tersebut meredupkan dukungan pemerintah kepada petani, berbagai fasilitas terus berkurang, dan biaya produksi terus naik sementara harga jual semakin menurun.

Kebijakan neoliberal yang diadopsi pemerintah bukan hanya melemahkan dukungan pemerintah terhadap rakyatnya. Tetapi juga mengaburkan peran pemerintah itu sendiri sebagai wadah yang bertanggung jawab memenuhi hak rakyatnya. Sehingga kemudian pemerintah beralih fungsi menjadi wadah yang disetir para kapitalis demi meraup keuntungan materil sebagai balas jasa atas pembiayaan dana kampanye pejabat pemerintah dan sebagainya.

Berkenaan rencana pemerintah meluncurkan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car) di saat harga kedelai melambung, kemacetan lalu lintas belum teratasi, dan infrastruktur belum dibenahi, sebagian kalangan menganggap keputusan pemerintah meluncurkan program mobil murah dengan dalih mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (subsidi) dan memperkuat industri otomotif di Indonesia tidak tepat. Malah keputusan ini terlihat seperti akal-akalan pemerintah saja yang sarat kepentingan, termasuk untuk kepentingan pemilihan umum 2014. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pengurus Harian YLKI dan Anggota Dewan Transportasi Kota, Tulus Abadi, ia menduga ada permaianan money politic untuk kepentingan pemilihan umum 2014 di balik program mobil murah. Maka sangat memungkinkan keseriusan pemerintah yang lebih besar dalam meluncurkan program mobil murah ketimbang mengatasi krisis kedelai tidak lain karena di sana ada kepentingan yang ingin diperoleh.

Pemerintah Perlu Berbenah

Pemerintah sebagai institusi yang bertanggung jawab menjamin hak-hak rakyat sudah semestinya lebih mendengar aspirasi rakyat, termasuk tuntutan rakyat supaya pemerintah lebih serius mengatasi krisis kedelai. Pemerintah semestinya mencari cara agar harga kedelai bisa kembali murah, bukan kemudian mencari cara supaya program mobil murah yang sarat kepentingan bisa segera terealisasi. Bagi pejabat pemerintahan, semestinya mereka juga sadar tugas dan kewajiban mereka adalah untuk kepentingan rakyat. Bukan abai dari kepentingan rakyat kemudian bersemangat memperoleh keuntungan materi dan kepentingan pribadi maupun golongan. Pasalnya tanpa kesadaran akan tugas dan kewajiban pemerintah yang dijalankan oleh pejabatnya, maka sampai kapanpun tidak akan ada kepedulian untuk rakyat, yang ada hanyalah kepedulian untuk para kapitalis demi meraup keuntungan dan kepentingan.

Di sini perlu ada langkah riil pemerintah untuk berbenah. Langkah riil tersebut dilakukan dengan membenahi kekacauan sistem yang berlangsung saat ini. Pemerintah harus berani mandiri dalam menetapkan kebijakannya dan lepas dari dikte asing maupun para elit kapitalis. Orientasi pemerintah harus untuk kepentingan rakyat semata, bukan yang lain. Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah di negeri ini hanya dikelola pemerintah demi kepentingan rakyat. Komoditi pangan pun tidak boleh dilepaskan ke pasar bebas (free market). Pemerintah juga harus mendukung kinerja petani dengan peningkatan subsidi, pengayaan fasilitas yang memadai, dan penyedian lahan luas yang layak ditanami.

Pada akhirnya, untuk rakyatlah semestinya semua usaha yang dilakuakan pemerintah. Kebutuhan primer rakyat untuk dipenuhi adalah kewajiban pemerintah. Jeritan rakyat karena kesempitan ekonomi harus diprioritaskan pemerintah untuk segera dituntaskan. Barangkali inilah model pemerintahan yang ideal. Model pemerintahan yang mementingkan rakyat daripada asing atau elit kapitalis. []Prisna Defauzi





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Muslim Writer -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -