Posted by : Prisna Defauzi Selasa, 03 Desember 2013

Perubahan identik dengan pemuda. Frase ini sejatinya bukan sekedar jargon belaka, melainkan sesuai dengan realitas. Sejarah mencatat, setiap perubahan yang terjadi tidak pernah lepas dari peran pemuda, termasuk di Indonesia. Lengsernya presiden Soeharto dari puncak kekuasaan merupakan bukti nyata peran pemuda dalam perubahan.

Berbicara pemuda, tentu saja yang pertama kali tersirat dalam benak setiap orang adalah militansi dan idealisme yang melekat dalam diri pemuda. Pasalnya, bagi pemuda, militansi menjadi modal penting dalam setiap perjuangan, sementara idealisme merupakan pondasi kokoh yang menjadikan setiap perjuangannya tidak tergadaikan. Walhasil, dengan modal itu, pemuda merupakan agent yang tepat untuk merubah peradaban yang keruh menjadi peradaban yang gilang gemilang. Maka tidak aneh jika kemudian masyarakat dari masa ke masa selalu menggantungkan harapannya ke setiap pundak pemuda.



Meski demikian, tidak selamanya pemuda seheroik seperti yang dideskripsikan. Akibat demokrasi-kapitalisme beserta derivat-derivatnya termasuk liberalisme yang kini diterapkan, potensi pemuda tidak sepenuhnya terlihat. Pemuda yang digadang-gadang sebagai agent of change atau agen perubahan kini diam membisu, tidak ada lagi militansi yang gigih, idealisme mereka yang kokoh kini hilang tergadaikan. Justru ironisnya, mereka malah terbuai dalam jebakan para kapitalis yang pada hakikatnya menjadikan mereka komoditas penghasil rupiah. Lihat saja, mereka kini berduyun-duyun antri di berbagai audisi pencari bakat dan kecantikan. Lebih celakanya, demokrasi-kapitalisme bukan hanya telah menggerus militansi dan idealisme mereka. Akan tetapi menjadikan mereka sebagai sosok yang individualis, apatis, bahkan hedonis. Bahkan nilai-nilai liberalisme yang disebarluaskan demokrasi-kapitalisme pada gilirannya melahirikan pemuda-pemuda pengusung dan penyembah kebebasan, bukan lagi pengusung perubahan. Pada saat itulah pemuda yang semula digadang-gadang sebagai tumpuan dan harapan masyarakat kemudian beralih menjadi sampah atau parasit masyarakat.

Tentu tidak semua pemuda digeneralisasikan demikian. Masih banyak pemuda yang memegang teguh militansi dan idealismenya. Lihat saja, ketika hak-hak rakyat  diabaikan oleh pemerintah, dengan lantang pemuda menuntut dan membela rakyat. Ketika para koruptor dengan leluasanya bertengger di pemerintahan, pemuda menjadi garda terdepan dalam menagih pemberantasan, dll.; baik dalam masalah ekonomi, sosial, moral, hukum, maupun pemerintahan, pemuda tanpa kenal lelah menyuarakan perubahan. Hanya saja semua itu tidak cukup ketika realitanya masih demokrasi yang dijadikan jalan perjuangan. Sebab, demokrasi tidak akan pernah membawa ke arah perubahan yang hakiki. Demokrasi adalah sistem rusak dan merusak. Rusak karena pilar utamanya adalah kebebasan. Dari kebebasan inilah kemudian demokrasi menjadi sistem yang merusak. Sehingga berbagai kerusakan bermunculan dalam segala bidang; moral, ekonomi, sosial, hukum, hingga pemerintahan. Secara moral, misalnya, pornografi, pornoaksi, seks bebas, dst.  Di bidang ekonomi, kesenjangan si kaya dan miskin. Di bidang sosial, pelecehan seksual, kriminalitas, dst. Di bidang hukum, nampak keberpihakan hukum terhadap pihak yang kuat dan mendiskriminasi pihak yang lemah. Di bidang pemerintahan, korupsi juga menonjol. Semua itu bisa kita saksikan dan rasakan sendiri di negeri ini yang dulu pernah didaulat menjadi ‘kampiun’ demokrasi ini, lebih lagi di Amerika dan Eropa yang memang pengusung demokrasi.

Selain demokrasi sistem rusak dan merusak, secara substansi demokrasi adalah sistem kufur yang bertentangan dengan Islam. Sebab, demokrasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat sedangkan Islam menegaskan kedaulatan ada di tangan syaari’, yaitu Allah SWT (Lihat QS. Yusuf: 40). Ini adalah bukti kongkrit bahwa demokrasi haram diadopsi sebagai jalan pejuangan. Jalan perjuangan tambal sulam demokrasi hanya akan mengokohkan kerusakan sehingga terus-menerus menghina-dinakan manusia ke dalam jurang kehancuran. Dengan demikian, satu-satunya solusinya adalah mencampakkan sistem demokrasi-kapitalisme yang kufur, rusak dan merusak tersebut, kemudian digantikan dengan sistem lain yang shahih. Sistem tersebut adalah sistem Islam dengan daulah Khilafahnya. Walhasil, jalan perjuangan yang semestinya didengung-dengungkan oleh pemuda adalah khilafah. Sebab, Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang mampu mensinergikan berbagai komponen sistem yang ada; seperti hukum, pemerintahan, ekonomi, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya tanpa ada distorsi satu sama lain. Terlebih secara historis khilafah telah terbukti mampu mengantarkan ummat Islam menjadi ummat terbaik dan mendudukannya di puncak peradaban, sampai-sampai Barat pun berkiblat kepadanya. Belum lagi secara mendasar khilafah adalah janji Allah SWT yang pasti kebenarannya (lihat QS. An-Nur: 55) dan kewajiban yang harus terlaksana di tengah-tengah ummat (lihat QS. Al-Baqarah: 85, 208 dan QS. Al-Maidah: 49).


Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain lagi bagi pemuda selain mengambil Khilafah sebagai jalan perjuangan dan mencampakkan demokrasi-kapitalisme yang kufur, rusak dan merusak. Karena sesungguhnya hanya khilafahlah yang mampu membawa ke arah perubahan yang hakiki sehingga mampu mengantarkan umat kepada kesejahteraan dan keberkahan melalui penerapan hukum-hukum Islam secara komprehensif. Oleh karenanya,kini  saatnya pemuda berdiri di garda terdepan dalam perjuangan menegakan khilafah islamiyyah. Allahu Akbar. [] Prisna Defauzi

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Muslim Writer -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -